free page hit counter

Menangkis Penyebaran Paham Radikal di Sekolah

Menangkis Penyebaran Paham Radikal di Sekolah

Oleh: Alda Muhsi

Kegiatan seminar sehari yang diselenggarakan oleh FKPT Sumut di Hotel Miyana, Kamis, 22 Agustus 2019 dengan tema “Harmoni dari Sekolah: Integrasi Nilai-nilai Agama dan Budaya di Sekolah dalam Menumbuhkan Harmoni Kebangsaan”, ternyata menguak beberapa pernyataan yang mengejutkan para hadirin, termasuk saya, yang pada saat itu duduk di tengah-tengah barisan ratusan guru Agama Islam se-Deliserdang.

Pernyataan-pernyataan di luar dugaan itu muncul ketika sesi diskusi. Betapa tidak disangka ternyata mau tidak mau penyebaran paham radikal telah menyentuh ranah pendidikan, khusunya sekolah. Hal itu juga dibenarkan oleh ketua FKPT Sumatera Utara, DR. Zulkarnaen Nasution, MA, yang mengatakan ada tiga faktor pembawa paham radikal bisa tiba di sekolah, pertama guru, kedua alumni, dan ketiga orang luar yang menawarkan diri untuk membantu pihak sekolah dalam kegiatan-kegiatan di luar kewajiban guru, semisal kegiatan keagamaan, seperti pesantren kilat. Beliau mengakui hal itu memang terjadi di beberapa sekolah yang ada di Sumatera Utara.

Di antara pernyataan-pernyataan tersebut yang paling mengejutkan dan menarik perhatian adalah keterlibatan guru dalam penyebaran paham radikal di sekolah. Apa yang terjadi kepada guru yang seharusnya mengajarkan budi baik kepada murid-muridnya?

Keadaan ini jelas mencoreng profesi mulia guru. Stigmatisasi terhadap profesi guru disamaratakan hanya karena satu atau beberapa orang yang terpapar. Hal ini tentunya mesti diluruskan dan diredam. Padahal guru hanya dijadikan tameng oleh pihak luar yang menitipkan paham radikal di punggungnya untuk dibawa masuk ke dalam lingkungan sekolah. Nasib sialnya, guru tersebut tidak menyadarinya.

Oleh karena itu perlu adanya pembekalan bagi para guru terhadap bahaya ancaman paham radikal. Guru sebagai palang pintu di sekolah wajib memahami secara mendalam mengenai radikalisme. Mulai dari perkembangannya hingga pola penyebarannya di era digital saat ini. Di samping itu, pemahaman yang dalam, mendasar, dan menyeluruh terhadap pendidikan agama juga menjadi modal besar bagi guru sebagai benteng untuk melindungi diri dari paparan paham radikal. Ketika guru sudah membentengi diri dengan pemahaman-pemahaman yang lurus tentu akan lebih mudah baginya untuk menjaga siswanya dan lingkungan sekolah dari penyebaran paham radikal.

Dalam lingkungan sekolah kita memiliki tiga pilar yang harus bekerja sama untuk meningkatkan keharmonisan. Tiga pilar harmoni itu adalah guru, siswa, dan orang tua. Ketiganya harus menyamakan mindset perihal radikalisme. Dengan pemahaman yang sama akan mudah menjalin kerja sama untuk menangkis penyebaran paham radikal di sekolah.

Para orang tua harus mendukung dan memercayakan penuh pendidikan yang diberikan guru di sekolah kepada anaknya, dengan memang teguh konsep toleransi, pancasila, UUD 1945, NKRI, dan kebinekaan.

Harmonitas harus dimulai sejak pendidikan awal. Digagas di tempat di mana kita berkhidmat. Berbicara kepada guru mengenai bahayanya penyebaran paham radikal adalah sebuah langkah yang tepat, sebab guru adalah rumah pendidikan bagi para siswa. Guru-guru adalah orang yang ahli menyelesaikan masalah, dalam hal ini persoalan radikalisme, dengan cara meluruskan pemahaman yang salah atas pemahaman anak-anak (siswa) yang didapatnya dari luar.

Tinggalkan Balasan