free page hit counter

Nadi Tuhan

NADI TUHAN

Oleh : Alda Muhsi

Ilustrasi : Fauzan

Ratusan kunang-kunang berkeliaran kemudian berkelindan di balik pepohonan. Aku mengamatinya dari bibir jendela kamar. Bukankah sesekali kita perlu rehat dari segala rutinitas? Bukankah tidak baik mengambil keputusan saat pikiran sedang kalut? Pasti kau pikir aku ingin menjadi kunang-kunang itu. Kunang-kunang tenang yang hinggap di balik bebatang pohon. Tidak, itu tidak benar. Bukankah manusia diciptakan dengan segala kesempurnaan? Lalu buat apa berandai-andai jadi binatang? Sekalipun binatang yang memiliki keindahan. Saat ini aku hanya mencoba menenangkan pikiran sebelum esok mentari mengantarkanku pada waktu-waktu penuh kesibukan.
Bagi para pemilik nurani, memiliki jabatan merupakan tanggungan berat. Bagaimana menjalankan amanah dan sikap ketika dihadapkan dengan persoalan pribadi. Itulah yang mengakar terjal di kepalaku. Saat ini aku mesti memilih menjalakan proses hukum atau menyelamatkan putraku yang terjerat kasus pemukulan dan pemilikan narkoba. Ah, sudah kubilang bukan, rasanya kita perlu sesekali rehat dari segala rutinitas yang menjerat.
Aku bisa saja mengintervensi hukum atau melarikan putraku ke luar negeri selama bertahun-tahun untuk menghilangkan jejak. Pun aku bisa mengerahkan kaki tangan untuk menyusun skenario bahwa putraku sebenarnya dijebak, dan urinnya yang positif narkoba akibat penyalahgunaan, jadi tidak ada penjara, cukup direhabilitasi saja. Tetapi tidak, aku tidak akan melakukan itu. Kalau aku menjalankannya apa bedanya aku dengan pejabat-pejabat lain yang terlilit kasus serupa? Maka kubiarkan hukum bekerja sebagaimana kehendaknya. Aku tak ingin menciderai hukum lagi, yang sampai saat ini belum sembuh adanya. Sebagai pemimpin yang mesti bersikap adil biarlah hukum berjalan di atas garis kebenaran.
Lepas subuh aku terkejut sekali melihat tayangan televisi dengan headline berita pembakaran gereja di sebuah daerah perbatasan. Ah, ujian macam apa lagi ini. Begini beratkah menjadi pemimpin di negeri ini. Baru tingkat provinsi saja sudah bermacam-macam persoalan yang menyerbu, bagaimana pula seorang presiden. Ini persoalan berat, jika salah melangkah perpecahan akan menyeruak.
Setelah diselidiki pembakaran gereja itu dilakukan oleh warga berstatus KTP islam. Motifnya adalah balas dendam karena dua minggu lalu sebuah masjid yang sedang menggelar pengajian diledakkan dengan peledak buatan menghanguskan bangunan dan menyebabkan luka bakar para jamaah, beberapa orang dinyatakan tewas. Kukira perdamaian kemarin adalah sebenar-benarnya damai, tapi ternyata tidak. Padahal persoalan ini masih dalam pantauanku untuk mencari selimut empuk guna menutupinya. Memang tak mudah, mengingat wilayah kami adalah kawasan perlintasan yang dilalui bangsawan-bangsawan jaman dahulu yang banyak meninggalkan benih-benih kepercayaan. Bercampurbaurlah suku, adat, budaya dan agama. Berbeda-beda pulalah prinsip hidup yang dijalankan. Lihatlah, tidak mudah bukan? Jika kau menjadi aku, apa yang akan kau lakukan?
Ah, sudahlah, maafkan aku. Buat apa kita berandai-andai. Aku akan memberitahu sebuah rahasia yang kubuat untuk mengatasi konflik perbedaan di sini.
Di negeri ini setiap persoalan akan ditangani oleh sebuah badan atau komite. Semisal persoalan narkoba, ada BNN, persoalan korupsi, ada KPK, soal bencana ada BNPB, soal hak asasi ada komnasham, soal pungli ada saber pungli dan lain sebagainya. Nah, soal perbedaan paham dan pandangan masih belum ada. Makanya orang-orang sibuk menjadi hakim sendiri. Pembuat kesimpulan siapa yang benar dan salah. Menyalakan sakelar media sebagai pendukung untuk mengangkat citra kelompok sendiri. Menyiarkannya melalui dunia maya, cara cepat mengangkat eksistensi masa kini. Dan lagi-lagi ini menjadi tantangan berat seorang pemimpin, yang menanggungjawabi warganya.
Bertolak dari hal-hal di atas aku pun memberanikan diri membentuk suatu badan yang bertujuan untuk mengayomi masyarakat dengan ragam perbedaan ini agar menyadari bahwa kita adalah puing-puing yang patut dikumpulkan untuk menjadi sebuah negara yang kuat. Maka tugas dari komite yang kubentuk adalah menyatukan perbedaan, meluruhkan segala ego, memberikan kesejukan pada kepala yang dipenuhi api ketidaksenangan. Mengembuni bara-bara dendam yang seketika bisa marak. Bukan saja berfokus pada konflik agama, persinggungan antar kelompok dan golongan pun nantinya akan ditangani. Aku menamakannya cyber army. Mengapa cyber? Sebab dunia telah menggiring peradaban menuju Revolusi Industri 4.0 yang menjalankan setiap sendi kehidupan melalui teknologi canggih di segala bidang. Dan semua pekerjaan itu dimulai dari jaringan-jaringan dunia maya. Aku pikir cyber adalah satu-satunya cara mengentaskan permasalahan. Kejahatan-kejahatan yang terjadi juga berawal dari sana, riuh gaduh perpecahan berakar di sana. Seperti kata orang-orang bijak, lawanlah kejahatan dengan memakai cara yang sama.
Sesiapa yang menjadi biang kerok perpecahan akan dibasmi. Penyusupan yang dilakukan dari dunia maya akan menjamin pemblokiran portal-portal yang menampilkan konten provokasi dan berita-berita palsu. Aku tidak peduli portal-portal tersebut bekerja kepada siapa untuk menyerang siapa. Bisa kupastikan mafia-mafia di balik kericuhan akan punah dibasmi oleh cyber army yang kuciptakan.
“Pak, waktunya berangkat,” seorang ajudan berbisik pelan.
Hari ini waktunya aku menyaksikan cara kerja komite yang kubuat. Aku menempatkan para punggawa cyber army di sebuah gedung khusus yang dilengkapi banyak peralatan komputer guna memantau aktivitas dunia maya. Jika kau telah mengenal Mata Tuhan, yang dapat memantau seluruh aktivitas di dunia nyata, aku akan menamakan alat ini sebagai Nadi Tuhan, yang menyusup ke dalam jaringan-jaringan dunia maya. Dan kau tahu para punggawa cyber army beberapa di antaranya adalah anak-anak putus sekolah karena bolos. Waktu bolosnya dihabiskan mengisi warnet-warnet kesepian saat pagi. Walau memang kerap dilakukan operasi sidak warnet yang menampung anak sekolah saat jam pelajaran, beberapa warnet diyakini memfasilitasi sebuah ruangan tempat penyimpanan tas yang dijamin aman. Anak-anak yang bolos sekolah cukup membawa baju ganti untuk melepas seragamnya. Beberapa punggawa lainnya memang tenaga ahli yang telah sekolah di luar negeri.
Setelah menyaksikan cara kerjanya tentu saja aku merasa puas. Karena sangat jelas tergambar seluruh aktivitas dunia maya warga provinsiku. Bagaimana para army menaklukkan portal-portal berkonten provokasi dan hoax. Memblokir portalnya, mencari siapa di baliknya melalui akun yang dibuat. Tentu saja untuk mencari siapa di balik beribu akun palsu itu tidak mudah, tapi aku berdoa semoga akan segera ditemukan.
“Pak, bagaimana portal berita nasional yang menayangkan berita tidak berimbang?”
“Saya akan mengutus seorang yang bertanggung jawab di sana, biar dia yang menentukan. Tentunya jika berita-berita yang disiarkan mengancam stabilitas provinsi kita sebaiknya diblokir saja.”
Entah bagaimana caranya aku tidak bisa membahasakannya. Yang kutahu teknologi ciptaan manusia, maka manusia pulalah yang dapat menangkal lajunya. Berita-berita dari portal nasional terpercaya itu pun seolah-olah terbendung ketika hendak diakses di provinsi kami.
“Tapi akankah membikin warga kita buta informasi, Pak?”
“Buat apa kita memberikan informasi yang tidak bermanfaat?”
Ajudan itu mengangguk.


Perlahan portal-portal provokasi menghilang sementara dari dunia maya. Tapi tidak membuat kerja cyber army menjadi ringan. Malahan portal-portal baru tumbuh dan berkembang menjadi lebih kuat lagi. Menjadi semakin liar, buas, dan ganas. Sejak cyber army kudirikan peperangan dunia maya semakin terasa. Kali ini tidak hanya persinggungan SARA, telah menyeruak pula menyerang pemerintahan.
Akibat kegaduhan yang semakin marak itu aku pun membuat pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai kalangan ke kantorku. Aku ingin menerangkan kepada mereka bagaimana sebaiknya hidup bermasyarakat di tengah perbedaan, dan sedikit-sedikit akan kuberitahu pula bagaimana cyber army bekerja.
“Hari ini saya mengumpulkan bapak-bapak, ibu-ibu dan saudara-saudara sekalian untuk membicarakan perihal persaudaraan kita. Kita tahu negeri kita memiliki beragam suku, budaya, dan agama, tapi jangan jadikan perbedaan itu sebagai alat peperangan bagi kita. Mari kita saling menjaga dan menghormati apa yang kita miliki, begitu pula kepercayaan yang kita anut. Sebagai manusia yang memiliki Tuhan tentu kita meyakini bahwa Tuhan menginginkan kehidupan yang damai di bumiNya.”

“Ijinkan saya bertanya Bapak Gubernur.” Seorang lelaki mengangkat tangannya.
Aku mengangguk, disusul ajudan yang mempersilakan.
“Saya tidak tahu secara pasti bagaimana orang-orang bisa hilang, tokoh-tokoh yang kami miliki dan juga tokoh-tokoh lain, kemudian bagaimana portal-portal berita dapat ditutup paksa. Saya meyakini bapak mengetahui hal ini.”
Aku tersenyum kecil.
“Inilah yang akan saya kabarkan selanjutnya. Sebelumnya saya telah membentuk cyber army yang bertugas untuk mengamankan perkembangan lalu lintas dunia maya. Merekalah yang menutup akses portal-portal berisi konten provokasi. Akan tetapi perihal orang-orang hilang itu saya tidak mengetahuinya sama sekali, dan saya pastikan itu bukanlah orang-orang saya. Saya berjanji untuk segera mencari tahu pelakunya.”
Satu hal yang luput kukatakan. Kau pasti akan mendengar dan menyaksikan banyak tokoh-tokoh hilang seperti yang pernah terjadi dulu sekali. Aku memang sengaja menyadur cara-cara pemimpin waktu itu untuk mengamankan negeri dari provokator pemecah belah bangsa. Begitupun aku tak akan mengaku bahwa akulah yang melakukan semuanya. Aku takut itu akan mengundang amarah para warga. Aku takut bakal kehilangan suara untuk pemilihan tahun depan. Oh iya apakah kau ingat berapa banyak orang yang hilang ketika itu? Dan jika saat ini lebih banyak maka berhati-hatilah sebab itulah tanda-tanda buah kejahatan semakin rimbun.
Cyber army memang menjalankan operasi yang disebut Nadi Tuhan, tapi apakah cara-caranya sesuai dengan ijin Tuhan?
Setelah aku mengundang beberapa tokoh masyarakat dalam pertemuan itu dan menjelaskan bagaimana kita seharusnya berkehidupan dalam lingkaran perbedaan, mereka akhirnya paham dan berjanji akan saling menjaga ketertiban. Aku begitu lega, artinya cyber army yang kudirikan berhasil menjaga keamanan dunia maya yang belakangan semakin gaduh.


Berjarak dua minggu dari pertemuan itu portal-portal provokasi kembali menjamur. Cyber army mengerahkan seluruh tenaga untuk bertarung. Aku semakin bingung bagaimana mungkin orang-orang yang telah kuundang dan telah berjanji untuk berdamai itu mengulah lagi. Mereka menerbitkan konten-konten provokasi dan mengorek informasi-informasi lama tentang peperangan agama yang dimunculkan lagi. Tujuannya untuk menyulut sumbu yang akan membakar kelompok-kelompok tertentu. Aku sempat berpikir jangan-jangan ada orang lain di balik semua ini? Tapi siapa yang punya kuasa mendanainya?
“Pak, jangan masuk dulu, ada bangkai kepala babi di kantor!” seorang ajudan tergesa-gesa mengabarkan.
“Apa?”
Bukan hanya aku yang terkejut. Semua orang yang mendengar tercengang. Aku segera menuntaskan rasa penasaran itu.
“Tidak, biar saya melihatnya.”
Aroma bangkai memengapi ruangan. Puluhan lalat berseliweran. Orang-orang tertegun tak dapat berpendapat. Bangkai kepala babi yang masih berdarah basah itu terlihat begitu menjijikkan. Selembar kertas terlaminating terkait di hidungnya. Di kertas itu tertulis: Hutang Nyawa Dibayar Nyawa!
“Cepat kabarkan kepada army dan jangan sampai ada wartawan yang tahu. Jangan sampai kabar ini tersebar biar kita cepat mengetahui pelakunya. Tentu saja pelaku akan membagikan kabar ini beberapa saat lagi.”


Ketegangan menghimpun suasana di kantor. Orang-orang sibuk menelepon, mengabarkan kepada pihak berwajib untuk membantu mencari tahu pelakunya. Kepalaku terasa berputar-putar mengingat putraku, rakyatku, provinsiku, negeriku. Ah, betapa punggungku begitu banyak menopang beban.
“Pak, cyber army berhasil meringkus orang-orang yang diyakini sebagai biang kerok.” Seorang ajudan mengabarkan, memecah lamunan.
“Siapa mereka?” jawabku lemah.
“Pak, Anda kenapa? Sakit? Wajah Anda pucat sekali.”
“Tidak. Katakan siapa mereka?” suaraku bergetar. Tubuhku roboh, tapi masih dapat mendengar walau samar-samar.
“Iblis-iblis pembangkang Tuhan.”


Medan,2019

Tinggalkan Balasan