Kenapa Ada Hoaks ?
Oleh: Alda Muhsi
Maraknya penyebaran hoaks membuat pemerintah berinisiatif untuk menjerat pelakunya dengan UU tentang Pemberantasan Tindak Terorisme. Usulan itu disampaikan melalui Menkopolhukam Wiranto dengan landasan pelaku hoaks dinilai sebagai peneror masyarakat.
Sementara itu mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berseberangan dengan usulan tersebut. Beliau menilai tidak ada dalil pelaku hoaks dapat dijerat UU Terorisme.
“Saya belum menemukan dalilnya, saya cari-cari teroris itu kan satu tindakan kekerasan yang membuat orang takut korbannya, masyarakat umum membahayakan jiwa dan sebagainya,” katanya seperti dikutip dari Line Today.
Hoaks dan terorisme memang kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat, apalagi di tengah panasnya kontestasi politik, penyebaran hoaks tidak terbendung. Dugaan-dugaan bahwa hoaks adalah sebuah tindakan kejahatan yang terstruktur pun bermunculan.
Untuk mengentaskan permasalahan penyebaran hoaks tidak cukup rasanya dengan langsung menjerat pelakunya dengan hukum pidana. Apalagi mengaitkan hukumnya dengan menumpang UU lain. Itu sama saja dengan memangkas rambut yang patah. Artinya solusi yang ditawarkan hanya sebatas punishment, bukan tindakan untuk membasmi.
Menjerat penyebar hoaks dengan pidana hanya akan menambah pemerintah kewalahan. Berapa banyak akun penyebar hoaks berseliweran di jagat maya? Belum lagi penegakan hukum yang kadang tidak berimbang menjadikan solusi ini sedikit diragukan.
Hal pertama yang mesti dipahami adalah kita tidak bisa menghentikan orang lain untuk berpendapat (apakah itu benar maupun hoaks) di negeri yang memakai sistem demokrasi dalam menjalankan pemerintahannya. Melarang orang berpendapat sama saja menciderai demokrasi, mengembalikan rezim otoriter dan pengendali semua lini.
Membumihanguskan penyebaran hoaks bisa dimulai dengan mencari akar permasalahannya dengan menjawab pertanyaan kenapa hoaks bisa muncul?
Ketidakterbukaan media mainstream terhadap publikasi informasi menjadi sebabnya. Pemenuhan informasi kepada masyarakat yang terbatas membuat masyarakat mencari informasi dari sumber-sumber lain untuk memenuhi kekurangpuasannya. Di sini timbul celah yang membuat media-media baru yang tidak jelas kredibilitasnya menjual informasi-informasi dan berita yang tentu saja diragukan kebenarannya. Masyarakat yang merasa butuh terhadap informasi/berita tersebut dengan cepat memercayai dan menerimanya. Kemudian penyebaran secara otomatis akan berjalan melalui media sosial yang dimiliki. Oleh karena itu langkah awal yang harus dilakukan untuk meminimalisir hoaks adalah transparansi media dalam menyampaikan informasi. Ketika hak-hak masyarakat atas informasi tidak dibatasi maka tidak akan ada celah bagi penyebar hoaks untuk datang dengan informasi bohong dan mempengaruhi.