DUTA DAMAI SUMUT – Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sumatera Utara melalui Bidang Perempuan dan Anak mengajak puluhan perempuan dari berbagai organisasi untuk menjadi agen perdamaian dalam upaya pencegahan paham radikalisme dan terorisme.
Kegiatan berlangsung pada Rabu (29/7) di Ballroom lantai 6 Hotel Miyana, Deliserdang. Sebanyak 90 tokoh perempuan dari berbagai organisasi hadir seperti Rumah Komunikasi Lintas Agama, PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia), Wanita dari Agama Konghucu, Korps PMII Putri, Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dewan Masjid PWDMI, Fokkus Babinrohis, Muslimat PW. NU, Pimpinan Wilayah Aisyiyah, Angkatan Putri Al Washliyah, Nasyiatul Aisyiyah, Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia, PW. Muslimat Al Washliyah Sumut, LPPKUB, Komunitas Sarjana Hukum Pidana Islam, Duta Damai Dunia Maya Sumut, BKMT Sumut, PGI Wilayah Sumut, Cemara Asri, Fatayat, PKK, BKAG.
Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 09.00 sampai 13.30 WIB ini menghadirkan tiga orang narasumber, yaitu yaitu: Kol. Roedy Widodo, Kepala Subdirektorat Pemulihan Korban Aksi Terorisme BNPT-RI; Suraiya Kamaruzzaman, ST, LL.M, M.T., Kabid Perempuan dan Anak FKPT Aceh; Syofiaty Lubis, M.A., Kabid Perempuan dan Anak FKPT Sumut; dan bertindak sebagai Moderator yaitu Malentina Ginting, Sekretaris FKPT Sumut.
Kol. Roedy Widodo menyampaikan bahwa pencegahan paham radikalisme bisa dilakukan dengan 3 cara, antara lain pemahaman nilai kebudayaan/kearifan lokal, pemahaman nilai keagamaan, dan pemahaman nilai kebangsaan.
“Tiga kunci pencegahan paham radikalisme dan terorisme, yaitu mengikuti budaya atau kearifan lokal, penanaman nilai-nilai keagamaan, dan penanaman nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari ahlinya, termasuk mengetahui bagaimana potensi perempuan sebagai agen perdamaian,” ungkapnya.
Sementara itu, Suraiya Kamaruzzaman, ST, LL.M, M.T. dalam materinya menyampaikan paham radikalisme masuk Melalui media sosial, kekeluargaan, pertemanan, pacaran, pengajian, perkawinan.
“Bagaimana paham radikalisme bisa masuk? Melalui media sosial, kekeluargaan, pertemanan, pacaran, pengajian, perkawinan. Metode perekrutan yakni pemetaan dengan seksama; pola perekrutan disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah dan permasalahannya, seperti pertobatan, menolak pemerintah, kekecewaan dalam hubungan, aktualisasi diri; membuat satu sel di wilayah dan dilatih; sel yang akan melakukan perekrutan (online dan offline); indoktrinasi; dan ajakan aksi,” jelasnya.
Pada sesi terakhir Syofiaty Lubis, M.A., mengatakan radikalisme dan terorisme yang terjadi di Medan dan Sumut terindikasi adanya pihak yang berusaha mengoyak persaudaraan dan toleransi, kurangnya paham ideologi kebangsaan, kurangnya pemahaman terhadap agama, kurangnya pengawasan keluarga/ibu dalam mengawasi kegiatan dan pergaulan anaknya.
“Indikasi radikalisme dan terorisme yang terjadi di Medan, adanya pihak yang berusaha mengoyak persaudaraan dan toleransi, kurangnya paham ideologi kebangsaan, kurangnya pemahaman terhadap agama, kurangnya pengawasan keluarga/ibu dalam mengawasi kegiatan dan pergaulan anaknya. Oleh karena itu kita semua diharapkan untuk bisa menjaga toleransi dan persaudaraan, di samping menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan,” pungkasnya.