Tunjuk Ajar, Senjata Masyarakat Adat Perangi Hoaks
Oleh: Alda Muhsi
“Di balik hoaks yang giat, banyak rakyat yang sesat.”
Kalimat di atas menjadi gambaran terhadap persoalan yang sedang kita hadapi saat ini. Segalanya bermula dari perubahan pola penyebaran paham radikalisme dan terorisme, yang telah menggunakan dunia maya (media sosial) sebagai tunggangannya. Serta target yang diincar untuk sasaran penjaringan adalah generasi muda/milenial. Hoaks, ujaran kebencian, dan isu perpecahan dijadikan sebagai pelurunya.
Apa yang terjadi?
Pola penyebaran paham radikalisme dan terorisme di era revolusi industri 4.0 telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, penyebaran paham radikalisme dan terorisme begitu mudah dan masif dilakukan. Hanya dengan sekali klik, penyebaran isu propaganda meluncur ke segala penjuru. Penyebarannya tidak dilangsungkan melalui website saja, tapi sudah mewabah ke chatroom media sosial seperti whatsapp, facebook, youtube, instagram, telegram, dan sebagainya.
Penyebaran isu-isu propaganda yang berkembang saat ini di dunia maya telah pula mengalami perubahan pola strategi. Propaganda tidak disebarkan secara langsung dan gamblang, tapi dengan adanya infiltrasi di dalam suatu informasi yang bertujuan untuk mengadu domba. Kemudian kita mengenalnya sebagai informasi hoaks, informasi yang mengandung ujaran kebencian, dan informasi berbau perpcecahan. Hal itu terlihat dari bermunculannya situs-situs tidak kredibel, dan akun-akun anonim yang menyebarkan informasi-informasi tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik secara isi maupun moral.
Namun, tidak hanya itu, seiring perkembangan zaman, dan semakin maraknya kepentingan antar kelompok sosial dan politik menyebabkan keadaan semakin buruk. Penyebaran hoaks dijadikan sebagai ajang kampanye hitam dan pencemaran nama baik demi meraup keuntungan masing-masing kelompok. Masyarakat dibuat bingung dengan kondisi yang terjadi. Banyak yang termakan isu karena fanatisme buta. Akibatnya disintegrasi di tengah kehidupan masyarakat mustahil untuk dielakkan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah memupuk pemahaman masyarakat agar bersikap bijak dalam memilih dan memilah informasi-informasi yang didapat dari dunia maya. Karena setitik kecerobohan atau kekuranghati-hatian dalam menyelami dunia maya dapat membuat siapa saja tersulut emosi dan merusak tatanan persatuan dan kesatuan yang dicita-citakan. Sejalan dengan itu, kita bisa menggandeng kearifan lokal sebagai benteng untuk melawan penyebaran hoaks. Memanfaatkan kearifan lokal juga diyakini dapat menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap nilai-nilai kebudayaan peninggalan leluhur, sehingga kekayaan tradisi kita dapat terjaga di tengah ancaman modernisasi.
Masyarakat Melayu mempunyai tradisi turun temurun yang dapat dijadikan senjata untuk memerangi penyebaran hoaks tersebut, salah satunya adalah Tunjuk Ajar.
Mengenal Tunjuk Ajar Melayu
Tunjuk ajar berasal dari dua kata, yaitu tunjuk yang memiliki pengertian menunjukkan dan ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (dituruti). Secara sederhana penggabungan tersebut membentuk pengertian menunjukkan sebuah petunjuk yang jelas dan terang agar orang-orang mengetahui dan menurutinya.
H. Tenas Effendy, sosok yang menyusun buku Tunjuk Ajar Melayu merangkum definisi tunjuk ajar sebagai berikut.
yang disebut tunjuk ajar,
petuah membawa berkah
amanah membawa tuah
yang disebut tunjuk ajar,
tunjuk menjadi telaga budi
agar menjadi suluh hati
yang disebut tunjuk ajar,
menunjuk kepada yang elok
mengajar kepada yang benar
yang disebut tunjuk ajar
mencelikkan mata
menyaring telinga
membersihkan hati
menyempurnakan budi
membaikan pekerti
Kemudian Zaini (2018: 5) mengatakan tunjuk ajar Melayu adalah segala jenis petuah, petunjuk, nasihat, amanah, pengajaran, dan contoh teladan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam arti seluas-luasnya.
Apa yang membedakan tunjuk ajar dengan nasihat biasa? Perbedaannya terletak pada metode penyampaian. Tunjuk ajar disampaikan dengan bahasa yang indah, sehingga membuat kita yang mendengar akan terpikat, dan pesan yang disampaikan mudah diingat. Tunjuk ajar tidak disampaikan dengan bahasa sehari-hari, tapi melalui susunan kata-kata estesis dan berima yang membentuk pantun, gurindam, dan syair.
H. Tenas Effendy dalam bukunya Tunjuk Ajar Melayu menyebutkan tunjuk ajar memiliki 29 tema ditambah 10 tema tentang petuah amanah. 29 butir yang dimaksud adalah pengkategorian isi kandungan agar lebih mudah dipahami. Sementara itu, petuah amanah adalah bentuk yang lazim disampaikan langsung oleh seseorang yang lebih tua atau dituakan, contohnya guru dengan murid, orang tua dengan anak, pemimpin dengan rakyatnya, dan lain sebagainya. Petuah amanah berisi pelajaran-pelajaran yang baik tentang kehidupan.
Tunjuk ajar sebagai senjata melawan hoaks
Di antara 29 butir dan 10 petuah amanah yang berkaitan dengan persoalan kita di atas, yang dapat dijadikan sebagai benteng pertahanan dan perlawanan di antaranya adalah ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa; persatuan dan kesatuan, gotong royong, dan tenggang rasa; keutamaan menuntut ilmu pengetahuan; musyawarah dan mufakat; dan bersangka baik terhadap sesama makhluk.
Tunjuk ajar memiliki kedudukan yang sangat tinggi bagi masyarakat Melayu. Oleh karena itu tunjuk ajar dapat dimanfaatkan untuk menjadi senjata ampuh bagi masyarakat dalam memerangi penyebaran hoaks yang sangat gencar. Apalagi kita tahu masyarakat Melayu yang berbudi luhur memegang erat petuah adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Tentulah nasihat-nasihat yang terkandung dalam tunjuk ajar sejalan dengan ajaran-ajaran agama yang membawa perdamaian di atas dunia.
Namun, persoalannya saat ini apakah eksistensi tunjuk ajar masih populer di tengah masyarakat? Atau sudah menjadi cerita belaka. Adakah masyarakat telah termakan modernisasi zaman dan meninggalkan budaya leluhur? Perlu disadari, terkadang masalah-masalah kompleks yang menghadang perlu kita hadapi dengan perenungan lebih dalam, dan ada baiknya kita kembali ke akar, mencari jati diri dari mana kita berasal.
Kita bisa mencobanya, memasyarakatkan tradisi tunjuk ajar, dengan harapan dan tujuan mampu melawan penyebaran hoaks, sehingga tercipta kembali harmonitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Daftar Rujukan:
Alius, Suhardi. 2017. Bunga Rampai: Pemahaman yang Membawa Bencana. BNPT.
Zaini, Mahalim. 2018. Mengenal Tunjuk Ajar Melayu; dalam pantun, gurindam, dan syair. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Jakarta.