Waraknya Diri Tak Menyebutkan Masjid Radikal
Oleh : Isma
Ilustrasi : Fauzil
Radikalisme di era sekarang semakin menyebar ke seluruh penjuru Indonesia bahkan, masyarakatnya yang digandrungi oleh pemahaman radikal yang dinilai negatif. Paham radikal bukan dijadikan sebagai wawasan sebagai kehati-hatian dalam memilih ajaran, namun malah berujung menjadi penganut radikal sendiri. Penganut radikal biasanya mendapat pemahaman dari berbagai cara, entah itu dari sekolah ataupun rumah ibadah.
Rumah ibadah tampaknya sudah tak jarang lagi dijadikan wadah bagi orang-orang penganut radikal untuk menyebarluaskan radikalisme di berbagai kalangan. Seperti masjid, paham radikalisme banyak tersebar melalui masjid, memang dengan melakukan ibadah, tapi ibadah yang dalam tanda kutip dapat di claim langsung terindikasi radikal. Karena tidak sesuai syariat. Dalam ruang lingkup Jakarta, Survey P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat) menyebutkan bahwa terdapat 41 Masjid yang terindikasi radikalisme dari 100 Masjid.
Timbulnya aliran atau pandangan kepada masyarakat terkait Islam, dan harus radikalisme, berawal dari ayat yang terdapat dalam Alquran, Surah Al-Baqarah ayat 208 menyebutkan “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” Sehingga dalam kata ‘masuklah kamu kedalam islam keseluruhan’, menjadi pegangan bagi penganut radikalisme. Padahal, dalam Surah An-Nisa ayat 171 dijelaskan Allah , untuk tidak bertindak melewati batas dalam agama.
Tulisan ini, bukan semata malah ikut menyudutkan atau memberi pemahaman agar tidak datang menuju Masjid yang sesuai gambarannya telah radikalisme, tetapi memberi ingatan kepada umat lain, bahwa kita harus memiliki sifat warak dalam menyebutkan suatu masjid, apakah radikal atau tidak. Karena banyaknya tulisan atau pemahaman orang, mudah sekarang menyebutkan atau mengclaim suatu rumah ibadah terkhususnya masjid sebagai masjid radikal.
Warak dalam bahasa arab yang artinya adalah meninggalkan hal yang syubhat, atau lebih dikenal dengan sikap kehati-hatian dalam hidup untuk tidak banyak melakukan hal yang tidak bermanfaat tampaknya memang sudah menjadi keharusan bagi kita dalam menyikapi suatu permasalahan. Tentu, seperti menyebutkan suatu masjid. Jangan kita turut ikut dalam menyebutkan apakah masjid itu radikal atau tidak. Warak kita harus selalu dipegang dalam hidup, Rasulullah bersabda dalam hadist bahwa keutamaan menuntut ilmu itu lebih dari keutamaan banyak ibadah. Dan sebaik-baik agama kalian adalah sifat wara (HR. Ath Thobroni dalam Al Awsath, Al Bazzar dengan sanad yang hasan. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 68 mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi).
Maka perlulah kita warak, bersikap positif dan berpandangan sesuai dengan sumber yang valid, benarkah suatu rumah ibadah yang kita lihat radikalisme atau tidak. Membiasakan warak dalam menampung informasi dari orang menjadikan kita lebih damai, karena jika banyak rumah ibadah atau masjid yang kita anggap radikalisme, akan terjadi pertumpahan ricuh karena penilaian kita. Allahhu a’lam bissawab.