Perempuan Benteng Awal Tangkal Paham Esktrem dan Radikal
Oleh Alda Muhsi
“Di balik pria sukses ada wanita hebat di belakangnya.”
Tentu saja kita sudah sering mendengar kata-kata bijak di atas. Terlebih dalam kehidupan masyarakat pekerja. Karir cemerlang sang suami tidak lepas dari perhatian dan kasih sayang yang diberikan oleh istri.
Akan tetapi sebenarnya hal itu tidak terbatas dalam ruang lingkup dunia pekerjaan saja. Justru mencakup segala bidang. Kata-kata bijak di atas membuktikan kepada kita bahwa perempuan punya peranan besar dalam setiap aspek kehidupan.
Sejak kita masih dalam kandungan, dilahirkan, dan dibesarkan, itu semua tidak lepas dari peran perempuan. Sentuhan tangan perempuan sejak usia dini itulah yang menentukan akan jadi apa kita di masa depan. Di tangan perempuan hebat tentu saja kita tak mudah salah arah hingga menyebabkan masa depan yang suram. Begitu pula sebaliknya, di tangan perempuan “kotor” rusaklah masa depan anak-anaknya.
Perempuan “kotor” yang dimaksud adalah perempuan yang tidak memiliki tanggung jawab sosial kepada anak-anaknya. Perempuan yang memiliki pemikiran menyimpang dari apa yang seharusnya. Contoh kecilnya perempuan yang menelantarkan suami dan anaknya, menghilangkan tanggung jawab, perempuan yang memaksa anaknya mencari nafkah dengan berdagang, mengamen, mengemis, dan sebagainya. Contoh lain yang lebih ekstrem adalah perempuan yang melibatkan diri, anak, dan keluarganya untuk menjadi pelaku bom bunuh diri.
Bukan tanpa landasan, menurut penelitian Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) tahun 2017 menunjukkan perempuan Indonesia mulai mengambil peran dalam tindak ekstremisme dan radikalisme. Hal itu terkuak setelah ditangkapnya dua orang perempuan yang ingin melakukan bom bunuh diri pada Desember 2016. Keduanya mantan buruh migran dari Hongkong yang telah berafiliasi dengan ISIS.
Selanjutnya aksi bom bunuh diri Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Surabaya dilakukan oleh perempuan dewasa yang membawa serta dua orang anaknya. Kemudian di Sibolga pada Maret 2019 lalu polisi dan Densus 88 menggeledah dan menangkap seorang pelaku terduga teroris yang berafilisasi dengan ISIS, Abu Hamzah. Sang istri yang berada dalam rumah lebih memilih meledakkan diri bersama anaknya yang berumur 2 tahun ketika polisi melakukan proses negosiasi.
Apa yang menyebabkan beliau nekat melakukan hal tersebut? Itulah kejamnya pengaruh paham radikal yang telah mendoktrin jalan pikiran kita. Bahkan Abu Hamzah sendiri mengatakan kalau sang istri memiliki pemahaman lebih keras dan lebih loyal kepada ISIS daripada dirinya.
Apa yang dapat kita simpulkan dari beberapa peristiwa di atas? Ya, keterlibatan perempuan dalam panggung radikalisme dan terorisme sudah tidak bisa dianggap remeh. Untuk itu perempuan wajib dibekali pemahaman mengenai nilai-nilai kebangsaan, wawasan keagamaan, dan nilai-nilai kearifan lokal agar tidak mudah terpengaruh dan terpapar paham ekstrem dan radikal.
Mengingat peran perempuan yang sangat besar dalam keluarga, pendidikan pertama bagi anak untuk menempa karakter, upaya penanaman nilai-nilai kebangsaan, wawasan keagamaan, dan nilai-nilai kearifan lokal kepada perempuan nantinya dapat disampaikan dalam kehidupan berkeluarga. Sehingga akan menjadi sangat efektif sebagai penangkal penyebaran paham ekstrem dan radikal. Dengan demikian diharapkan munculnya anak-anak yang memiliki moral yang baik dan tidak menyimpang.
Dalam hal ini perempuan dapat dikatakan sebagai benteng awal untuk menangkal paham ekstrem dan radikal yang penyebarannya kian masif. Perempuan adalah pemegang kunci. Oleh karena itu perempuan diharapkan mampu untuk terus memupuk kesadaran dan selalu waspada agar tidak terperangkap jaring-jaring paham ekstrem dan radikal.