Transisi Bulan Pemilu Ke Ramadhan: Mari Tebar Nilai Positif
Oleh Ahmad Hakiki
“Jumat dini hari, 17 Agustus 1945. Sukarno dan Hatta menggelar rapat di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda, Berbekal nasi goreng, roti telur, dan ikan sarden untuk teman sahur, rapat semalam suntuk itu berakhir.” (Ahmad Soebardjo, 1978, Lahirnya Republik Indonesia)
Sejarah mencatat, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan bertepatan dengan Bulan Suci Ramadhan. Sembari memikirkan naskah proklamasi, para pahlawan, sang proklamator tak lupa menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Makan sahur ala kadarnya.
Dalam buku Sekitar Proklamasi, Hatta menulis bahwa dia tidak lupa makan sahur. “Waktu itu bulan puasa. Sebelum pulang saya masih dapat makan sahur di rumah Admiral Mayeda,” ujar Hatta.
Pukul 10.00 WIB, proklamasi dikumandangkan. Dengan butuh keberanian penuh karena ancaman serangan serdadu Jepang, Kemerdekaan Indonesia tetap dikukuhkan. Dan puasa Ramadhan, tetap dijalankan.
Mari kita renungkan, bagaimana perjuangan melawan penjajah yang menguras keringat, sampau bersimbah darah, para pejuang tetap tidak lupa kewajibannya dengan Sang Pencipta. Puasa bukan penghalang, menahan lapar dan dahaga dapat dilalui. Karena Para Pejuang, walkhusus pejuang muslim di negara ini tau bahwa tidaklah perjuangan mereka terwujud kalau campur tangan Tuhan tidak didapatkan. Maka dari itu, Indonesia sangat beruntung, karena merdeka si bulan yang mulia ini.
Perjuangan ini juga dulu dilalui Rasullulah saat Perang Badar. Begitu besar jiwa Rasulullah dan para syuhada membela negara namun tetap tidak mengabaikan kewajiban untuk berpuasa.
Ramadhan bukan hanya bulan yang mulia, bulan dengan ekstrapahala dan dengan segala keutamaannya, namun Ramadhan juga adalah bulan bersejarah dimana banyak peristiwa penting terjadi.
Untuk itu, sebagai seorang muslim, kita sepatutnya terus memperbaiki kualitas keimanan kita. Kita juga harus berjuang menjaga pancaran sinar Ilahi terus dapat mencerahkan jiwa dan raga.
Kita baru transisi, dari bulan pesta demokrasi ke bulan suci Ramadhan. Masih banyak noda-noda yang belum bersih, akibat konflik pemilihan umum. Gesekan antarpesaing menganggu harmoni silaturahmi, bahkan sampai caci maki.
Pemilihan sebenarnya sudah usai. Tinggal menunggu hasil KPU. Namun, antarpihak punya spekulasi beragam. Kecurangan terjadi, klaim kemenangan buru-buru mencuat masing-masing kubu. Hingga yang lebih sedih, petugas pemilu banyak yang meninggal dunia, tak sempat ia bertemu dengan bulan yang mulia ini.
Transisi ini harusnya menimbulkan nilai positif. Karena bertepatan dengan datangnya bulan suci. Kita urungkan niat buruk yang melanggar konstitusi. Kita serahkan pada pakar yang mengerti, jika memang kecurangan fakta terjadi. Klaim antarpasangan juga harus ditahan, sampai waktu yang sudah disepakati. Jaga ucapan, jaga tindakan, jaga jari jemari dalam genggaman.
Malu kita dengan para pejuang, para syuhada, jika gesekan pemilu masih dibawa-dibawa sampai hari ini. Mari redam, dan maknai bulan suci agar fitrah, suci lahir bathin akan kita raih.
Bulan ini, kesabaran ditingkatkan, ujian juga bertambah. Jika puasa kita wajib menahan lapar, haus, dahaga. Meredam amarah, melawan nafsu, dan banyak beribadah, maka di tahun ini, mari kita jaga ucapan kita, jari jemari kita, untuk tidak menjelekkan orang lain, menjudge paling berhak.
Puasakan ucapan dari menjelekkan, mencurigai orang lain. Puasakan jemari di ponsel untuk tidak menebar kebencian, menjudge paling berhak, dan mencurigai yang belum pasti.
Selamat menunaikan Ibadah Puasa. Semoga di tahun ini, keutamaan ibadah puasa dapat diraih, dilipatgandakan karena memang ujian di tahun ini lebih berat. Semoga transisi membawa berkah.