Oleh: Alda Muhsi
Negara tidak akan pernah lepas dari politik, sebab politik adalah napas dari negara itu sendiri. Tata cara menjalankan pemerintahan di suatu negara adalah kerja politik. Sejatinya politik akan berjalan baik jika yang menggerakkan rodanya adalah orang yang baik. Begitu pula sebaliknya, politik akan mengarah pada keburukan ketika kemudi dikendalikan oleh sosok yang kurang bijak. Cara menilai politik di suatu negara berjalan baik, dengan pandangan awam, mudah saja. Negara berlaku adil terhadap seluruh rakyatnya tanpa pandang bulu. Kehidupan masyarakat dalam negara tersebut sejahtera.
Bagaimana negara kita saat ini? Bagaimana kabar politiknya?
Media massa sebagai kontrol sosial, jembatan penghubung antara pemerintah dan rakyat sedikit banyak berperan menyajikan kondisi politik kita saat ini. Beberapa media, yang kompeten dan konsisten, memberikan kabar apa adanya, dengan sudut pandang objektif yang sesuai dengan kebutuhan rakyat. Walau tak semua karena beberapa media massa saat ini dipegang atau dimiliki oleh pejabat negara (duh, salah satu praktik demokrasi yang buruk, pejabat negara adalah seorang pemilik media massa).
Ketertutupan sebagian media terhadap kondisi politik, yang sebabnya macam-macam (salah satu di antaranya karena beberapa media berafiliasi dengan poros pemerintah) menimbulkan keresahan di tengah masyarakat perihal apa yang terjadi dan berkembang saat ini. Di sisi lain, kecanggihan teknologi yang tak terbendung datang sebagai alternatif bagi masyarakat untuk menciptakan media-media baru berbasis internet yang secara berani dan terang-terangan mengabarkan atmosfer politik.
Tentu saja keresahan berbalik arah menuju para pelaku politik, pemangku jabatan, dan pemegang kekuasaan. Mereka menjadi gamang untuk menjalankan politik bisnisnya karena kerap disenter oleh mata media yang dapat menembus ruang gelap sekalipun. Dan mau tak mau media-media yang kritis dibujuk dengan iming-iming yang mengasyikkan agar mereka dapat mencongkel dan mengganti bola matanya. Walaupun tidak semua media berhasil dibujuk, setidaknya dapat mengurangi beberapa musuh yang berpotensi untuk mempertontonkan kebobrokan mereka. Dengan begitu media-media tersebut sudah terjerat dalam lingkaran politik bisnis yang mereka jalankan. Media menjadi pelengkap praktik politik bisnis yang berjalan. Apakah kita menyadarinya?
Bicara tentang politik bisnis sepertinya kita semua telah memahaminya. Secara sederhana politik bisnis bisa dianggap sebagai praktik saling mencari keuntungan di atas lantai dansa politik. Biasanya keuntungan yang ingin diraup adalah soal ekonomi. Bagaimana pelaku-pelaku politik bernegosiasi untuk saling silang jabatan dengan mahar yang disepakati bersama. Praktik politik bisnis tidak bisa terhindarkan dan media selalu berhasil menyorot dan menguaknya ke hadapan publik, makanya kita dapat mengetahui adanya penyelenggara pemilu yang ditangkap karena disuap oleh caleg dengan nilai yang sangat fantastis. Untuk itulah media mesti dibungkam dan dilibatkan dalam politik bisnis yang dibangun.
Menciptakan politik yang sehat pondasi dasarnya terletak pada media massa. Selama media berpegang teguh pada kebenaran, bukan tidak mungkin praktik politik bisnis bisa dibongkar. Kemudian para penegak hukum yang berlaku adil, tak pandang bulu, dan tak silau dengan suguhan-suguhan penuh tipu daya pelaku politik kotor. Semoga, kita hanya bisa berharap semoga.