Manusia merupakan makhluk yang pada hakikatnya memiliki konteks saling membutuhkan atau juga yang disebut zoon policiton (makhluk sosial). Atas konteks tersebut, manusia pun memiliki peran untuk dapat saling menghargai perbedaan pendapat, perbedaan suku, ras dan konteks lainnya.
Dalam kategori ini, Islam menjadi hal yang mayoritas di tanah air. Sebab, berdasarkan data yang dipaparkan Globalreligiusfuture pada 8 Maret 2020 lalu, Indonesia menjadi negara yang diperkirakan memiliki 229 juta populasi Muslim. Angka itu adalah 87,2% populasi yang ada di Indonesia dari jumlah penduduk yang mencapai 263 juta jiwa.
Nah, Islam tentunya yang mayoritas akan mengedepankan upaya untuk mencetak generasi Islam yang Moderat. Sebelum, mari kita mengenal apa itu ‘Islam Moderat’? Dilansir dari laman Kumparan, Rabu (9/16), Islam Moderat memiliki pengertian yaitu pembangunan realitas umat sebagaimana diwujudkannya sikap cinta tanah air yang terikat secara religius yang makmur dan adil. Maka dari hal tersebut, diartikan Islam moderat adalah perwujudan nyata dari suatu struktur sosial-politik yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma kesatuan sesuai Pancasila dan Undang-udang sebagai landasannya.
Mengenal Strategi 3 T
Dalam sebuah kegiatan sayembara penelitian nasional, Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Darussalam, Ciamis, Jawa Barat, yang bernama Muhammad Iqbal Zia Ulhaq menyampaikan sebuah gagasan ide tentang strategi 3 T, yaitu tawazun (seimbang), tawasuth (penengah), dan tasamuh (toleran).
Gagasan yang dituangkan oleh Iqbal menjadi sebuah temuan yang dianggap bisa menghasilkan muslim moderat. Temuannya itu adalah pertama, tanasub al-ahdaf, memasukkan spirit moderat ke dalam kurikulum, motto, panji siswa, dan lain-lain; kedua, takamul al-afham, menanamkan pemahaman keilmuan agama dan negara yang tinggi; ketiga, tafahum al-afkar wa al-mawafiq, menanamkan sikap bijak dalam menyikapi peristiwa dalam kehidupan.
Dari tiga hal tersebut, penulis menyimpulkan bahwa strategi 3 T yang ditemukan oleh Iqbal menjadi sebuah temuan yang memiliki kualitas dalam menciptakan toleransi beragama serta sebagai upaya untuk menghindari radikalisasi dan terorisme. Maka dari itu, mengenal strategi tersebut diharapkan bisa membuka wawasan bagi generasi muda khususnya untuk terus mengeluarkan gagasan yang dapat mendukung negara dalam menghindari berbagai macam intoleransi.
Memulai dari Hal Kecil
Nilai-nilai moderasi beragama ternyata juga perlu diajarkan sejak dini. Untuk itu, generasi muda yang telah menjadi orang-orang berpendidikan punya tugas untuk menjadikan lingkungannya memiliki benteng agar terhindar dari faham intolerasi beragama ataupun radikalisme.
Bagaimana cara kaum muda ikut terlibat dalam peran itu? Kaum muda sekiranya bisa menerapkan strategi 3T di atas. Di mana dalam menjalankan kegiatan cinta toleransi, kaum muda dapat mengajarkan anak-anak yang rentan menjadi target, mengetahui apa itu indahnya toleransi beragama.
Kemudian, kaum muda juga bisa menjelaskan bahwasanya sikap bijak dalam menjadi warga negara yang baik adalah ikut bekerja sama atau saling gotong royong tanpa perlu memandang ras, suku dan agama. Jika penerapan ini berjalan secara statis, maka tentunya diharapkan bisa menemukan perkembangan yang baik dan menghasilkan anak-anak yang peduli terhadap lingkungannya.
Maka upaya ini bisa kita mulai dari keluarga kita, teman-teman kita, ataupun orang yang ada disekitar kita. Memberikan edukasi tanpa merendahkan hak seseorang, mengajarkan kepedulian tanpa melihat ras suku dan agama, serta tetap menjunjung nilai-nilai kegamaan dan cinta tanah air.