Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrulah atau yang biasa dipanggil dalam nama penanya, Hamka merupakan sosok ulama penggerak literasi yang lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, tepatnya pada 17 Februari 1908.
Melansir dari laman Wikipedia, Rabu (16/9/2020), Buya Hamka juga merupakan seorang ulama sekaligus tokoh sastrawan Indonesia. Ia juga pernah menempuh karirnya selama hidup sebagai seorang wartawan, penulis, dan juga pengajar.
Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama kali dan aktif dalam Muhammadiyah hingga pada akhir nafasnya.
Jejak Literasi Buya Hamka
Buya Hamka dalam perjuangannya pernah menerbitkan majalah yang bernama Pedoman Masyarakat. Dari karya majalah itu, ia menulis sebuah cerita yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang melambungkan namanya hingga karyanya pun dikolaborasi ke dalam sebuah film.
Organisasi yang pernah ditempuh Buya Hamka yakni Gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah, Konsul Muhammadiyah di Makassar, serta pernah menjadi Penasehat Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Karir yang pernah diraih Buya Hamka, pernah menjadi seorang guru agama pada 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, dan Medan. Pernah menjadi dosen di Universitas Islam Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Padang Panjang pada 1957 hingga 1958. Ia juga pernah menjabat sebagai Pengawal Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia.
Tokoh yang Menginspirasi
Buya Hamka juga pernah menyiratkan sebuah kisah teladan dalam kehidupannya saat dirinya dijebloskan oleh Presiden Soekarno karena dituduh seorang makar. Semasa di penjara, ia menulis tafsir Al-Azhar dan hebatnya, Buya Hamka tidak memiliki dendam terhadap Soekarno dan ia justru menjadi Imam salat saat Soekarno wafat. Ia lahir dengan nama Abdul Malik Karim Amrullah dan wafat tahun 1981 saat dirinya berusia 73 tahun.